journey healthy future

Tampilkan postingan dengan label Dokter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dokter. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Maret 2014

Diagnosa Google lebih dipercaya daripada dokter

Jakarta (ANTARA News) - Sebuah penelitian terbaru memperlihatkan, satu dari lima orang lebih mempercayai diagnosa mesin pencari Google dibandingkan diagnosa dokter.

Berdasarkan penelitian ini, diketahui sebanyak 42 persen partisipan mengaku mengonsultasikan gejala yang mereka derita pada Google sebelum memutuskan pergi ke dokter. Kemudian, 27 persen dari partisipan ternyata percaya sepenuhnya pada diagnosa Google.


Saat ditanya alasannya, mereka menjawab dengan jawaban beragam.


Berikut lima alasan yang mereka kemukakan: 1. Lebih cepat daripada harus mengatur janji dengan dokter (46 persen) 2. Tak yakin gejala yang dirasakan mengharuskan untuk mengunjungi dokter (39 persen). 3. Tak memiliki banyak waktu mengunjungi dokter (38 persen). 4. Berpikir dokter tak akan menyikapi serius penyakit saya (21 persen). 5. Dokter tahu banyak (pengetahuan dokter lebih luas), (18 persen).


"Sekalipun dokter dikenal memberikan diagnosa yang salah pada masa lalu, namun mereka jauh dapat lebih percaya dibandingkan mesin Google," kata Senior Associate for Medical Accident Group, Ally Taft, seperti dilansir Female First.


Ia menyarankan Anda untuk percaya pada dokter sekalipun mungkin mereka melakukan kesalahan. Menurutnya, siapapun dapat mendapatkan informasi dari internet, akurat atau tidak dan karena ini (soal penyakit) dapat Anda temukan di sana.


Namun, seringkali Anda melupakan bahwa internet juga dipenuhi informasi tak benar. Berdasarkan survei diketahui, partisipan yang menggunakan Google untuk mendiagnosa penyakitnya, sebanyak 42 persen didiagonsa dengan tepat. Sementara, 58 persen sisanya tidak. Kemudian, 54% dari partisipan yang sebelumnya telah menggunakan Google untuk mendiagnosa diri sendiri mengakui merasa cemas tentang penyakit yang berpotensi mereka derita.




Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Jumat, 14 Maret 2014

Support BPJS, Dokter Baiknya Dibayar Tetap Saja


PEMBERLAKUAN program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan selama tiga bulan ini memang masih terus dibenahi. Sejumlah saran pun muncul dari banyak pihak.

Salah satunya ialah muncul dari Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, DR.dr. H Ari Fahrial Syam, SP.pD KGEH FINASIM FACP MMB.


"Sebenarnya kalau memang mau tawaran itu dokter dibayar fixed saja sehingga dokter tak berpikir main ditambah dan dikurangin segala macam serta bukan juga karena obat. Jadi dokter hanya memberikan pelayanan primer dan mendapatkan gaji sekian,"tuturnya kepada Okezone saat ditemui RSCM, Jakarta Pusat, baru-baru ini.


Dituturkannya lebih lanjut ketika pembayaran dengan sistem kapitasi masalahnya ialah akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan dan memengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan.


"Kalau dia nanntinya kebayakan jadi kualitas dikurangin. Lebih baik dibuat fixed. Nanti semua obat didrop sesuai dengan permintaan. Kalau ingin kapitasi bukan orientasi berapa-berapanya tapi yang penting pasien terlayani degnan baik atau tidak,"tutupnya. (ind)





Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Jumat, 07 Maret 2014

Dokter jangan jadi "pedagang"

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, meminta agar dokter tidak menjadi "pedagang" dengan merekomendasikan hal-hal yang tidak perlu pada pasien.

"Dokter jangan jadi "pedagang", kalau mau kaya sebaiknya tidak usah menjadi dokter karena profesi dokter itu pengabdian," ujar Tjiptaning yang juga bergelar dan berprofesi dokter medis, di Jakarta, Jumat.


Pernyataan itu terkait keluhan masyarakat ketika mendapat layanan kesehatan.


Contohnya, ketika anak demam biasa dan orangtuanya membawa ke dokter di rumah sakit, dokter malah menyarankan untuk dirawat inap. "Padahal kalau demam saja, cukup dirawat di rumah saja dan minum banyak air putih," ujar dia.


Begitu juga ketika pemeriksaan kesehatan, para dokter ada juga menyarankan untuk uji laboratorium. "Dokter mendapatkan upah 15 persen dari uji lab itu. Begitu juga pemeriksaan lain-lain," jelas dia.


Dia mengakui saat ini sebagian besar dokter sudah mulai kehilangan idealisme. Menurut dia, dokter seharusnya bekerja untuk kemanusiaan bukan karena ingin memiliki banyak uang.


Dia sendiri pernah mengakui ketika menantunya hamil, oleh dokter diminta melahirkan melalui operasi caesar.
"Padahal saya yakin dia bisa melahirkan normal, karena sudah memeriksanya," kata dia.


Meski menjadi dokter umum, dia sering menolong kaum ibu yang akan melahirkan. Hal itu karena di kawasan tempat tinggalnya, Ciledug, pada 1990-an masih sedikit rumah sakit.


Dia mengajak para dokter agar kembali kepada Sumpah Hipokrates, yang salah satu poinnya bersumpah menolong orang sakit sesuai kemampuan dan penilaian, tetapi tidak akan pernah untuk mencelakai atau berbuat salah secara sengaja.




Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

RS Keluhkan Rendahnya Tarif Dokter BPJS


RENDAHNYA tarif jasa dokter dan tarif pelayanan kesehatan yang ditetapkan pemerintah dinilai menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Direktur RS Ali Sibroh Malisi, Jakarta Selatan, dr Naomi Dailami MPH mengatakan rumah sakit swasta mengeluhkan rendahnya tarif jasa layanan  kesehatan terhadap pasien BPJS. Menurut Naomi, sesuai Permenkes No 69 tahun 2013 unit cost  layanan kesehatan yang diberlakukan dalam BPJS setingkat rumah sakit tipe B versi pemerintah.  Meski rata-rata rumah sakit swasta masuk tipe B, namun tipe B rumah sakit swasta ini tarifnya hampir sama dengan tarif rumah sakit tipe A milik pemerintah.


"Tarif yang diberlakukan itu sesuai tarif rumah sakit tipe B milik pemerintah.  RS swasta rata-rata masuk tipe B, namun tarifnya mendekati tarif rumah sakit tipe A pemerintah.  Artinya tarif yang ditentukan itu masih terlalu rendah, bagi RS swasta angkanya tidak masuk. Dengan tarif ini pasti RS swasta akan nombok. Beda dengan RS pemerintah yang dapat subsidi," jelasnya.


Menurut Naomi konsep BPJS ini membuat RS swasta dan penyelenggara kesehatan swasta seperti di persimpangan jalan. Ikut melayani pasien BPJS kuatir rugi atau menurunnya profit, kalau tidak ikut khawatir kehilangan pasien karena pasien akan beralih ke RS lain yang menjadi provider BPJS.


Selain unit cost yang tidak sesuai, fee jasa dokter juga tak sesuai.Sesuai Permenkes 69/2013 itu, tarif jasa dokter tingkat 1 atau setara puskesmas hanya sebesar Rp3.000 hingga Rp6.000. Bahkan tarif dokter gigi ditetapkan Rp2.000.  "Dengan tarif sebesar itu bagaimana dokter bisa maksimal melayani pasien? Coba anda bayangkan, ” ujar  Caleg PAN DPR RI  Dapil DKI 1 Jakarta Timur ini.


Dengan  tarif seperti ini dokter dipastikan tidak akan bisa memberikan layanan maksimal lantaran banyaknya pasien sementara imbalan yang diterima tidak sesuai. "Kalau begini ujung-ujungnya masyakarat yang akan dirugikan. Dokternya tak bisa maksimal memeriksa pasien, rumah sakitnya juga tak bisa berikan layanan optimal, kan masyarakat  yang dirugikan ," jelasnya.    


Naomi menambahkan, bagi dokter PNS tentu tarif itu bukan menjadi persoalan lantaran mereka digaji oleh negara, namun bagi dokter non-PNS hal ini tentu akan sangat berpengaruh. "Ada rumah sakit yang nekat nomboki lantaran tenaga kesehatannya tak mau dibayar dengan tarif sebesar itu. Namun jika terus nomboki, rumah sakitnya bisa bangkrut. Imbasnya bisa lebih besar. Akan terjadi PHK lantaran RS-nya bangkrut," ujarnya.


Untuk menghindari hal itu, menurut Naomi salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah penyesuaian tarif sehingga dokter non-PNS dan penyelenggara kesehatan swasta tidak dirugikan dan  bisa maksimal dalam memberikan layanan kesehatan terhadap pasien BPJS. Pemerintah dirasa perlu mengkaji kembali pemberlakuakan tarif yang ditetapkan dalam Permenkes  tersebut.


“Bukan berarti saya tidak menyetujui program ini, tetapi apabila program ini dikelola dengan baik dan transparan saya optimistis akan sukses, harapan untuk mensejahterakan kesehatan masyarakat akan tercapai,” tandasnya. (ind)





Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Rabu, 05 Maret 2014

Dokter kandungan yakinkan KB suntik aman

Jakarta (ANTARA News) - Pakar kesehatan mengatakan penggunaan kontrasepsi berupa suntikan Keluarga Berencana (KB) tiap tiga bulan masih layak dan tidak berbahaya untuk kesehatan.

"Suntik KB tiga bulan masih layak meskipun mengakibatkan haid menjadi tidak teratur," ujar Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr Nurdadi Saleh SpOG di Jakarta, Rabu.


Meskipun tidak haid, Nurdadi meyakinkan bahwa hal tersebut tidak membawa dampak apapun terhadap kesehatan.


Ia membandingkan kondisi tersebut dengan kehamilan selama yang selama sembilan bulan tidak mengalami haid namun tidak mengalami ancaman terhadap kesehatan.


"Jangan khawatir, toh ketika hamil tidak haid selama sembilan bulan juga tidak masalah," kata dia.


POGI telah mengirimkan surat kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menyatakan mendukung penggunaan suntikan KB tiga bulan yang bervolume satu cc.


Pemilihan volume satu cc itu disebabkan tidak menyebabkan nyeri pada bekas suntikan.


Sedangkan untuk suntikan dengan volume tiga cc harus diberikan secara Intra Moskular (IM) yang dalam sehingga pegal dan nyeri pada bekas suntikan masih sering dilaporkan.


Kontrasepsi suntik dinilai masih layak digunakan karena sangat cocok bagi pengguna yang pelupa sehingga tidak bisa disiplin menggunakan pil KB.


(I025)






Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

DLP Rencananya Dibayar Setara Dokter Spesialis


PADA pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan pada 2019, penyediaan pelayanan kesehatan primer dilakukan oleh dokter layanan primer (DLP), bukan lagi dokter umum. Pendidikan bagi para DLP ini diperkirakan akan memakan waktu sekira dua sampai tiga tahun untuk setiap angkatan.

Namun kenyataannya, belum ada satu pun pendidikan DLP yang memiliki fakultas kedokteran yang sudah menjalankan program ini. Hal tersebut tentunya menimbulkan keresahan dari para calon mahasiswa kedokteran, tak terkecuali dari mahasiswa FKUI yang disampaikan Ketua BEM mereka, Dwi Rendra Hadi.


Menurut dia, regulasi tentang DLP yang belum jelas mempersulit rencana masa depan mahasiswa karena waktu kuliah diperpanjang. Terlebih lagi, segala ketidakpastian yang menurutnya sedang berjalan saat ini.


Namun menurut Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kemenkes, Prof. Dr.dr.med.Akmal Taher, SpU(K), dokter yang sudah lulus, daftar, dan terigister boleh bekerja di mana saja. Tetapi menurut Akmal Taher, masalahnya adalah berapa rupiah asuransi ingin membayar dokter.


"Karena asuransi kan membayar sesuai tingkat kemampuannya. Misalnya begini, dokter dibayar Rp10, spesialis dibayar Rp15, nah sekarang kita inginnya dokter layanan primer ini dibayar Rp15 juga, itu mau kita," jelasnya pada “Diskusi Panel dalam Rangka Peringatan Dies Natalis ke-64 Universitas Indonesia” di Aula FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2014).


Jadi, menurut Akmal Taher, meskipun dokter layanan primer bekerja di fasilitas tingkat pertama atau primer, mereka akan diberikan semacam reward. Akmal Taher mengatakan bahwa hal tersebut bertujuan agar dokter betul-betul mau bekerja di sana.


"Jadi, kalau di rumah sakit itu sudah second desk semua atau sudah spesialis, sedangkan dia (DLP) tetap bekerja di puskesmas, tetapi karena (DLP) mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dokter yang baru lulus (fresh graduated), maka akan dibayar lebih tinggi," tandasnya. (tty)





Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Meski Anggaran Kurang, Kualitas Pelayanan Dokter Diharapkan Tak Menurun


Jakarta, Kurangnya anggaran kesehatan ditakutkan oleh berbagai pihak akan menjadi 'batu sandungan' dalam keberhasilan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Bagaimana tidak, kurangnya anggaran dapat berakibat pada penurunan mutu pelayanan kesehatan.

Meskipun tahun 2014 ini anggaran kesehatan yang direncanakan sebanyak 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD mengalami peningkatan, dari yang sebelumnya Rp 36,5 triliun menjadi Rp 46,5 triliun, hingga kini nyatanya belum semuanya diterima.


Selain itu, pemberlakuan sistem kapitasi dalam JKN juga ditakutkan akan menurunkan semangat dokter dalam memberikan pengobatan terbaik bagi setiap pasien. Sistem seperti ini diklaim dapat membuat dokter bekerja dengan memerhatikan tarif dan mengesampingkan standar pelayanan.


"Dokter bekerja secara profesional dan dibayarnya juga profesional. Untuk melayani masyarakat memang tugas dokter, tetapi untuk membiayai masyarakat yang kurang mampu itu tugas pemerintah," ujar Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr. PH, Guru Besar Universitas Indonesia.


Hal tersebut ia sampaikan saat hadir dalam acara Dies Natalis Universitas Indonesia ke-64 tingkat FK UI tahun 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2014).


Menurutnya, 30-40 persen dana pemerintah seharusnya digunakan untuk layanan primer. Sebab jika anggaran kesehatan terlalu rendah, maka inisiatif dokter untuk melakukan upaya promotif dan preventif pun akan semakin rendah.


"Kalau kita lihat pada pasal 4 UU Pendidikan Kedokteran, tujuan pendidikan kedokteran untuk menghasilkan dokter yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, bermoral, yang intinya itu adalah persoalan moral. Jadi yang tidak kalah penting dari seorang dokter itu adalah moralnya," papar Prof. dr. Budi Sampurna, SpF(K), SH, DFM, SpKP, ditemui dalam acara yang sama.


(ajg/vit)




Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Sakit Kepala Bisa Diatasi dengan Bercinta? Ini Kata Dokter


Jakarta, Hubungan seksual tidak hanya memberikan kenikmatan dan kebahagiaan bagi pasangan, tetapi juga bisa menyehatkan. Aktivitas intim ini bahkan dipercaya bisa meredakan berbagai masalah kesehatan, salah satunya sakit kepala. Lantas apa kata dokter?

"Sakit kepala itu kan penyebabnya banyak, bisa karena jasmani atau psikis. Ya sebenarnya bisa saja (bercinta meredakan sakit kepala), kalau kegiatan tersebut bisa membuat seseorang fun dan rileks, ya bisa membantu mengurangi vertigo," tutur dr Agus Subagio, Sp.THT, dokter spesialis THT di RS Puri Indah Pondok Indah, saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Rabu (4/3/2014).


Tapi tidak semua sakit kepala bisa diatasi dengan bercinta, terutama yang penyebabnya parah. Hal tersebut diamini oleh dr Ayu Yuni Andini. Menurutnya, sakit kepala bisa sembuh dengan bercinta bila penyebabnya masih ringan, seperti ketegangan otot.


"Iya benar, bisa diatasi dengan berhubungan intim, tetapi kalau dilakukan pada pagi hari. Sebenarnya karena berhubungan intim bisa menghilangkan stres, jadi ada hormon kebahagiaan yang muncul," jelas dr Ayu yang berpraktik di Klinik Cempaka Putih, Jakarta Pusat, saat dihubungi terpisah.


Tak sependapat dengan dr Agus dan dr Ayu, dokter saraf dr M. Kurniawan justru mengatakan hubungan intim tak bisa meredakan sakit kepala. Bahkan, ada beberapa orang yang justru mengalami migrain dan sakit kepala setelah berhubungan badan.


"Tidak juga ya. Ada orang yang justru habis berhubungan intim malah kambuh migrainnya," kata spesialis saraf dari FKUI-RSCM itu.


Memang tidak semua sakit kepala bisa diredakan dengan bercinta. Biasanya sakit kepala yang 'keok' dengan bercinta adalah yang berhubungan dengan psikis, seperti stres dan ketegangan otot. Tapi pada beberapa orang, hubungan seksual malah dapat memicu terjadinya sakit kepala.


Sakit kepala (setelah) bercinta atau sex headaches biasanya dipicu oleh aktivitas seksual, terutama orgasme. Yang paling jelas penderita gangguan ini akan mengalami sakit kepala mendadak dan akut sesaat sebelum atau selama mencapai orgasme. Setiap jenis aktivitas seksual yang mengarah ke orgasme, seperti masturbasi, seks anal, oral seks dan hubungan seks, dapat memicu sakit kepala seks.


Kebanyakan sakit kepala seks tidak perlu dikhawatirkan. Tetapi beberapa dapat menjadi tanda sesuatu yang serius, seperti masalah dengan pembuluh darah yang memberi makan otak Anda.


(mer/vit)




Powered By WizardRSS.com | Info CPNS Terlengkap | Bisnis Dari Rumah | Kerja Sambil Bisnis

View the original article here

Surat Keterangan Akreditasi FKM UNDIP

Bagi teman-teman yang membutuhkan informasi tentang Akreditasi FKM UNDIP... Silahkan download file di bawah ini... file sudah saya perb...

Find Us on Facebook

Blog Archives

Do Before You Die

Do Before You Die

Visitors


pinjaman utang