Serem! 53,8 Juta Dewasa dan 2,6 Juta Anak Indonesia Perokok Tiap Hari

“Meski pun demikian, angka perokok aktif di Indonesia belum juga menunjukkan penurunan,” kata Anindita Sitepu, Direktur Program CISDI dalam keterangannya yang diterima LICOM, terkait rencana menyelenggarakan diskusi publik membahas kebijakan rokok di tanah air, Selasa pekan depan (30/8/2016).
Riskesdas 2013, dijelaskan Anindia, menampilkan data bahwa perilaku merokok pada penduduk 15 tahun ke atas cenderung terus meningkat. Dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013. Ternyata, kondisi ini merata di seluruh provinsi.
Bahkan menurut The Tobacco Atlas, lebih dari 2.677.000 anak dan 53.767.000 orang dewasa di Indonesia setiap hari mengonsumsi tembakau. Masing-masing sekira 57,1
persen pria, 3,6 persen wanita, 41 persen anak laki-laki dan 3,5 persen anak perempuan.
“Merokok ternyata tidak hanya berdampak pada kesehatan yang akhirnya menjadi beban negara. Namun juga dapat bersinggungan dengan aspek lainnya seperti pendidikan dan lingkungan. Biaya kesehatan yang harus ditanggung negara semakin meningkat akibat banyaknya warga Indonesia yang mengonsumsi rokok,” papar Anindita.
Tidak sedikit dari biaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) digunakan untuk membayar pengobatan berbagai penyakit akibat rokok. Biaya manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akibat penyakit terkait dengan tembakau pada 2015 mencapai Rp 427,47 miliar untuk penyakit paru obstruktif kronik.
Sementara itu, kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas akibat rokok sebesar Rp 105,3 triliun. Bahkan, kerugian makro ekonomi akibat merokok mencapai Rp44 triliun per tahun.
“Begitu seriusnya peningkatan mortalitas membuat epidemi ini dikenali oleh World Health Organization yang kemudian menginisiasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau pada tahun 2003. Di Indonesia sendiri, konsumsi rokok merupakan epidemi yang mengancam kelangsungan generasi. Padahal, masa depan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kualitas kesehatan masyarakat, termasuk generasi mudanya,” ungkap Anindita.
Untuk itu diperlukannya komitmen yang tinggi memperjuangkan perlindungan masyarakat khususnya generasi muda dari dampak negatif merokok dengan melakukan upaya promosi kesehatan dan pencegahan yang efektif. Hal ini selaras dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 atau Sustainable Development Goals (SDGs), dimana salah satu butir means of implementation pada penguatan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit tidak menular pada SDGs adalah melalui upaya pengendalian tembakau.
“Sebagai salah satu strategi mendorong implementasi yang efektif dari agenda embangunan ini, CISDI menerbitkan sebuah risalah kebijakan pengendalian tembakau yang dikaitkan dengan upaya pencapaian dalam butir-butir SDGs,” jelasnya.
Risalah kebijakan ini, menurut dia, sangat penting untuck membuka koordinasi yang lebih strategis dari para pembuat kebijakan untuk menetapkan peta jalan pengendalian tembakau di Indonesia. “Sehingga dapat menyelematkan generasi muda Indonesia di masa depan,” demikian Anindita. Acara diskusi membahas rokok itu direncanakan berlangsung di Museum Kebangkitan Nasional (Gedung Stovia) Jl. Abdul Rachman Saleh no. 26, Senen, Jakarta Pusat.*lensaindonesia