Hidup Sehat dengan Memaafkan
"Memaafkan mungkin tak dapat mengubah masa lalu, tetapi ia bisa mencerahkan masa depan." (Mario Teguh)
PERISTIWA memaafkan tak lepas dari kehidupan keseharian kita. Ia biasanya timbul karena suatu kemarahan atau peristiwa tak mengenakan yang sebelumnya terjadi. Namun, adakah kita tahu bahwa "maaf" memiliki sebuah keajaiban. Bahkan boleh dibilang orang yang kaya adalah orang yang ringan dalam memaafkan. Mengapa bisa seperti itu?
Berawal dari kemarahan
Kemarahan (angry) adalah emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan merupakan reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (Widjaya Kusuma, 1992). Sedangkan menurut Stuart dan Sudden, marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Tidak dimungkiri, dalam kehidupan kita sering mengalami rasa ini. Marah merupakan emosi negatif yang timbul saat kita merasa terancam, dikucilkan, dihina, dan sebagainya. Emosi yang ada dalam ini berbentuk energi. Dalam hukum kekekalan energi disebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dimusnahkan. Jadi, bagaimana pun caranya kita ingin melenyapkannya, energi tersebut akan tetap ada. Bahkan mungkin efek yang ditimbulkannya akan sama besar dengan pengelakkan kita terhadapnya. Emosi merupakan fitrah yang Tuhan ciptakan untuk manusia. Ini artinya emosi tak bisa dihilangkan tapi bisa dikelola. Karena tanpanya mungkin manusia takkan merasakan gairah dan semangat dalam hidup.
Tuhan memberikan porsi emosi yang sama pada seluruh insan ciptaan-Nya. Ada orang begitu ringan mengemukakan ekspresi marahnya dengan kata-kata atau tindakan. Selepasnya ia merasakan kedamaian. Namun, adapula yang begitu apik menyimpan amarahnya rapat-rapat dalam hati. Lama-kelamaan perasaan jengkel, kesal, dan dongkol itu akan menjadi gumpalan energi negatif yang kian membesar. Jika energi tersebut tidak dikeluarkan akan membahayakan tubuh.
Pengaruh untuk Kesehatan
Emosi negatif yang dipendam dan dipelihara terus menerus akan menimbulkan bahaya psikis (kejiwaan). Selain itu, fisiologis (fungsi tubuh) pun akan terganggu. Gejala yang sering ditimbulkan adalah sakit punggung, susah tidur (insomnia), sakit perut, maag, sakit kepala, hipertensi (tekanan darah tinggi), stress, hingga stroke.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada penderita over weight (kelebihan berat badan) menyimpulkan bahwa mereka memiliki emosi negatif yang dipendam sekian lama. Emosi negatif yang berasal dari tekanan jiwa, perilaku kasar di masa lalu, atau trauma masa kecil tak mereka salurkan. Akibatnya, mereka menjadikan makanan sebagai pelampiasan. Dengan makan sepuasnya mereka harap akan mengurangi kekecewaannya. Padahal bukannya menurun tingkat stressnya malah meningkat berat badannya. Ini membuktikan bahwa emosi negatif yang terakumulasi mampu menggeser derajat kesehatan seseorang dari posisi sehat ke posisi sakit.
Terapi memaafkan (forgiveness therapy)
Dengan memaafkan kita akan terbebas dari emosi negatif. Calvin D. Bayan, seorang pakar hypnosis dari California Hypnosis Center menyatakan bahwa dengan mengampuni, kita menghapus kemarahan atau kesalahan orang lain. Seperti halnya menghapus coretan yang salah dalam hidup. Ketika kita berupaya untuk menghapusnya dengan penghapus, pikiran kita tertuju pada tulisan yang kita harapkan akan kembali putih, bukan pada orang yang menyebabkan coreran itu terjadi.
Dalam bukunya "Forgive for Good", dr. Frederic Luskin menjelaskan, sifat pemaaf merupakan resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran, dan percaya diri.
Kebiasaan memaafkan dapat dibangun dengamn memaafkan pasangan. Dengan terbiasa memaafkan pasangan, kita akan dengan mudah memunculkan pemaafan pada orang lain, baik itu orangtua, anak-anak, tetangga dan lainnya. Tak bisa dipungkiri, bagian tersulit adalah memaafkan diri sendiri. Terkadang kita terjebak pada perasaan bersalah (guilty). Terlebih, jika orang yang membuat kita merasa bersalah tersebut sudah tiada. Ini membuat rasa bersalahnya semakin berkepanjangan. Dalam kondisi ini seseorang membuttuhkan "keadaan" dimana secara imajiner dia merasa telah dimaafkan oleh orang yang bersangkutan.
Inilah yang dinamakan forgiveness therapy (terapi memaafkan). Terapi ini merupakan teknologi pengelolaan perasaan bersalah. Bukan seperti peristiwa maaf-memaafkan yang sering terjadi pada Idulfitri. Terapi ini adalah sebuah proses batin dan banyak kasus dilakukan secara imajiner. Terapi ini melibatkan hati dan pengaktifan pikiran bawah sadar yang memiliki andil besar dalam penentuan berjalannya kehidupan seseorang.
"...Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nur : 22)
Memaafkan meski berat, namun terasa membahagiakan serta merupakan akhlak terpuji, menghilangakan dampak merusak dari kemarahan, dan membantu seseorang sehat lahir batin. Dengan memaafkan keluhan fisik maupun psikis pun akan menurun bahkan menuju titik kesembuhan. Kini jelas mengapa seorang kaya adalah ia yang memaafkan. Karena ia mendapatkan kesehatan, kebahagiaan, dan kedekatan dengan Tuhan. (Oleh Ade Fariyani: penulis adalah alumni Keperawatan Unpad, aktivis Forum Lingkar Pena Bandung) (klik-galamedia.com)