Tantangan Berat Kependudukan
Dalam beberapa tahun ke depan Indonesia diperkirakan akan
menghadapi persoalan kependudukan. Bangsa ini diprediksi akan
menghadapi triple burden, yakni peningkatan jumlah penduduk
balita, remaja, dan lanjut usia (lansia). Hal itu terjadi karena tingkat
kesehatan penduduk semakin baik. Tapi, di sisi lain, jika kondisi
seperti itu tidak diimbangi dengan upaya meredam tingkat kelahiran,
Indonesia tentu akan menghadapi lonjakan jumlah penduduk.
Berbagai persoalan kependudukan itu menjadi tantangan bagi Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) yang baru, Fasli
Jalal. Fasli memiliki tugas berat untuk bisa meredam jumlah penduduk
dengan membangkitkan kembali program keluarga berencana (KB).
Pada Kamis (13/6), Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi melantik Fasli
sebagai Kepala BKKBN. Dia menggantikan Sugiri Syarief yang pensiun tahun
lalu. Sebagai pejabat baru, Fasli diminta untuk membuat kebijakan
strategis dalam menangani masalah kependudukan dan program KB, yang
hingga kini pencapaiannya belum menggembirakan. Artinya, masih banyak
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Fasli.
Sebagai seorang dokter, Fasli tentu paham betul tentang masalah
kesehatan. Namun, fungsi dan tugas utama badan itu tidak melulu
persoalan kesehatan. Tantangan utama yang harus diselesaikan kepala
BKKBN yang baru adalah masalah kependudukan, terutama dari segi
kuantitas. Soalnya, selama ini program KB sebagai upaya untuk meredam
laju pertambahan penduduk berjalan stagnan.
Jika dilihat dari piramida penduduk, Indonesia diindikasikan
mengalami lonjakan penduduk di usia balita, remaja, dan lansia. Dari
total 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia, sebesar 28 persen atau 64 juta
adalah remaja, dan lansia sebanyak 18 juta. Ledakan penduduk itu
terjadi karena angka kesuburan yang tidak berubah.
Angka kesuburan total (total fertility rate/TFR) selama 10 tahun terakhir tidak berubah, yaitu 2,6 per wanita usia 14 hingga 49 tahun. Sedangkan, angka fertilitas remaja (age specific fertility rate/ASFR)
usia 15 hingga 19 tahun menurun sedikit, yakni dari 51 per 1.000
perempuan pada 2011 menjadi 48 per 1.000 perempuan pada 2012. Jadi, jika
laju pertumbuhan penduduk tidak diredam dengan program KB, jumlah
penduduk Indonesia akan tak terkendali.
Ledakan jumlah penduduk itu akan berdampak pada kualitas kesehatan,
lingkungan, dan ketersediaan pangan. Jumlah penduduk yang terus
bertambah akan berdampak pada kebutuhan pangan yang besar pula. Artinya,
beban negara untuk memberi makan rakyatnya akan semakin besar.
Dampak yang paling terlihat jika ledakan penduduk tidak segera
diatasi adalah persoalan sosial. Angka kemiskinan dan pengangguran akan
terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hingga
September 2012 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 29,13 juta
orang. Sedangkan, angka pengangguran juga sangat besar, di mana pada
Agustus 2012 mencapai 7,2 juta orang.
Ledakan jumlah penduduk juga berdampak pula pada kualitas pendidikan
dan indeks pembangunan manusia. United Nations Development Program
(UNDP) menyebutkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada 2011
berada pada urutan 124 dari 187 negara dengan skor 0,617. Peringkat ini
turun dari peringkat 108 pada 2010. Di ASEAN, Indonesia hanya unggul
dari Vietnam, yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos 0,524, Kamboja 0,523,
dan Myanmar 0,483.
Data itu menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tak
terkendali akan menimbulkan berbagai persoalan yang tidak mudah untuk
diselesaikan. Pemerintah akan semakin sulit untuk memperbaiki masalah
kesehatan, pendidikan, pengangguran, kemiskinan, pangan, dan masalah
lain jika jumlah penduduk terus bertambah tanpa kendali. Jika masalah
kependudukan tidak bisa diatasi dengan baik, bukan tidak mungkin
Indonesia akan menghadapi krisis sosial atau bahkan masalah disintegrasi
bangsa.
Aspek kependudukan juga memiliki peran yang sangat strategis untuk
membangun bangsa yang mandiri. Indonesia dapat dikatakan sebagai bangsa
yang mandiri jika sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk kebutuhan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai itu semua
diperlukan sebuah komitmen dalam mengatur jumlah penduduk.
Kita tentu berharap agar Kepala BKKBN yang baru, Fasli Jalal dapat
bekerja keras dalam menyukseskan kembali program KB sebagai upaya
meredam laju pertumbuhan penduduk. Program KB itu utamanya harus
ditujukan kepada remaja dan keluarga muda, sebagai kelompok masyarakat
yang berpotensi menambah jumlah penduduk. Tentunya, kerja sama semua
pihak diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya mengendalikan angka pertumbuhan penduduk.
Referensi:
http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/2576-tantangan-berat-kependudukan.html


