Baru 27,5% Ibu di Indonesia Berikan ASI Eksklusif
Merujuk laporan World Breastfeeding Trends Initiative 2012, Indonesia berada di peringkat 49 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif.
Kementerian Kesehatan (Kemkes) sendiri telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif per 2014 sebesar 80 persen.
Kenyataannya, baru 27,5 persen ibu di Indonesia yang berhasil memberi
ASI ekslusif. Menanggapi temuan ini, World Vision Indonesia (WVI) &
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) bekerjasama melakukan penelitian
untuk mencari solusi pemberian ASI. Hasil penelitian tersebut
dipaparkan Kamis (13/6) di Cheesecake Factory, Cikini, Jakarta.
"Undang-undang yang mendukung pemberian ASI dan kesehatan ibu-anak di
Indonesia sudah baik, tapi pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran
hak bayi untuk mendapat ASI tetap marak. Hal inilah yang berusaha kami
gali dan carikan solusinya," ujar Asteria Aritonang, Campaign Director
World Vision Indonesia.
Selaku organisasi kemanusiaan yang fokus pada anak, WVI dan AIMI
berharap, rekomendasi tersebut dapat ditindaklanjuti untuk memastikan
setiap bayi mendapat haknya atas ASI sesuai mandat UU Kesehatan 36/2009.
Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa dukungan tenaga
kesehatan merupakan faktor penting penentu keberhasilan ibu menyusui.
Tenaga kesehatan memiliki peran sentral dalam pelayanan kesehatan dasar,
mengurangi risiko kematian bayi saat lahir, dan memberikan perawatan
ideal paska persalinan.
Berdasarkan referensi tersebut, penelitian yang dilakukan WVI dan
AIMI secara khusus melibatkan hampir 250 responden yang berprofesi
sebagai tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, dan bidan. Penelitian
dilakukan selama Februari - April 2013 di lima kota besar Indonesia
menggunakan metode kuantitatif -kualitatif.
Beberapa temuan menarik, lebih dari 50 persen responden mengaku belum
pernah mendapatkan sesi sosialisasi dan edukasi mengenai kebijakan
menyusui. Sebagian besar responden yang pernah mendapat sosialisasi
kebijakan mengaku tidak tahu atau tidak ingat pesan-pesan penting dalam
kebijakan tersebut.
Sosialisasi Kebijakan Menyusui
Lebih jauh lagi, para tenaga kesehatan belum mendapatkan informasi yang memadai tentang cara mendukung ibu menyusui. Hampir semua responden memiliki pengalaman bertemu dengan pasien yang mengalami kesulitan menyusui, tapi tidak sampai 25 persen yang tahu bahwa pasien tersebut perlu diberi rujukan ke klinik laktasi dan atau konselor menyusui.
Setelah melakukan penelitian, WVI dan AIMI menemukan, bahwa tenaga
kesehatan merasa perlu mengembangkan pemahamannya akan kebijakan
menyusui melalui sesi diskusi yang interaktif.
Mereka berpendapat bahwa sosialisasi kebijakan yang selama ini
dilakukan manajemen rumah sakit kurang efektif, karena hanya
mengandalkan surat edaran atau mengandalkan individu tenaga kesehatan
yang sudah mendapatkan pelatihan atau edukasi untuk menyebarluaskan
kepada sejawatnya secara lisan.
"Perlu komitmen kita bersama agar kebijakan yang baik dapat
diterapkan dengan lebih baik lagi," ujar Sari Kailaku, selaku Ketua Tim
Riset AIMI.
WVI, AIMI, beserta semua mitra yang tergabung dalam koalisi NGO
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak berharap, bahwa semakin banyak bayi dan
anak Indonesia yang bisa mendapat standar emas nutrisi.
Meliputi Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif selama 6 bulan,
Lanjutkan Pemberian ASI selama 2 tahun atau lebih, dan Pemberian Makanan
Pendamping ASI sejak usia 6 bulan dari bahan pangan lokal.
Kesuksesan ibu Indonesia dalam memberi ASI akan mendukung
terbentuknya generasi penerus yang mumpuni. Anak sehat adalah investasi
bagi bangsa.
Referensi:
http://www.beritasatu.com/riset/119566-baru-275-ibu-di-indonesia-berikan-asi-eksklusif.html


